Seorang anak masih terbaring diatas kasur, hari ini memang hari libur. Sehingga sang anak masih terlelap dalam mimpi. Ia bernama Budi, siswa SMA kelas 12. Setiap akhir pekan budi menghabiskan malam dengan begadang hingga lupa waktu. Sang ayah sampai tak tahan melihat kebiasaan budi.

 

Ayah berusaha menasihati buah hati yang sering bermain hape sambil tiduran dan begadang  hingga larut malam. Tapi itu telah menjadi kebiasaan buruk yang sulit tuk ditinggalkan. Mengingat budi sudah menginjak masa dewasa dan akan melanjutkan perkuliahan di luar kota.

 

Hari pengumuman telah tiba,seluruh siswa bersorak gembira. 100% siswa dinyatakan lulus termasuk budi. Budi mendapatkan nilai tertinggi di sekolahan. Berita tersebut sampai ke telinga keluarga, sontak sujud sukur pun tak terlupakan. Para siswa merayakan kelulusan dengan damai tanpa konvoi maupun aksi coret baju.

 

Sesampainya di rumah budi disambut ibarat seorang pahlawan. Disana sudah ada sosok paman andi yang datang dari luar kota. Paman andi berniat menawarkan beasiswa untuk perkuliahan. Tangis bahagia seketika membanjiri ruang tamu. Budi tidak menyangka dapat melanjutkan kuliah secara gratis, mengingat orangtuanya bukanlah orang yang kaya.

 

Hari keberangkatan budi telah tiba. Ia sudah bersiap-siap menuju kota rantau. Ia memilih moda kereta api karena lebih efisien. Ayah tidak tega melepas kepergian sang buah hati mengingat budi masih memiliki kebiasaan buruk.

 

Budi sudah 3 bulan hidup diperantauan selama 3 bulan, ia belum pernah pulang ke kampung halaman. Ayah mengirim nasihat dan selalu menanyakan kabar budi melalui whatsaap. Hingga suatu ketika ayah tak dapat mengirim pesan dan melihat status. Kontaknya telah diblokir oleh budi, ia laporkan hal tersebut kepada paman andi.

 

Gawai budi berdering ketika mata kuliah sedang berjalan, paman andi menelpon mengabarkan ayahnya telah tiada. Budi sontak terkejut dan bergegas meninggalkan ruangan. Ia merasa bersalah karena tak pernah menghubungi keluarga di rumah hingga ALLAH  menegurnya secara langsung. Pikirannya kacau, yang ia inginkan hanyalah segera sampai di rumah.

 

Sesampainya dirumah Budi menangis sendu, keadaan rumah telah sepi. Bekas ziarah sudah tak nampak. Ia masih menangis di bangku depan rumah. Ia masih belum ikhlas dengan kepergian ayah. Masih banyak hutang yang belum terbayarkan kepada ayah.

 

Mendengar tangisan seseorang, ayah bergegas keluar rumah. Budi yang melihat sosok ayah terheran-heran. Ia langsung memeluk ayah  dan menceritakan telpon dari paman andi, ayah budi hanya tersenyum.

 

“Pintar sekali kau Andi”