PRIHATIN
Tidak terasa 50 hari lagi umat muslim akan memasuki Bulan Ramadan. Secara tidak langsung juga mendekati hari raya idul fitri pada Bulan Syawal. Satu hal yang selalu teringat ketika idul fitri tiba yaitu nasihat bapak. Sejak tahun 2012 nasihat bapak selalu sama dan tak pernah berubah hingga tahun 2022.
“sek prihatin yo le”. ungkap bapak waktu itu.
Nasihat tersebut pertama kali disampaikan waktu memasuki jenjang SMP, aku hanya mengangguk-angguk tanda patuh dan paham. Nyatanya, aku baru memahami makna nasihat tersebut waktu selesai jenjang perkuliahan. Pergaulan dan lingkungan sangat berpengaruh dalam pemahaman makna prihatin tersebut.
Secara Bahasa
Prihatin secara bahasa berarti “berssedih hati, was-was, bimbang, menahan diri”. Bila dilihat sesuai makna kebahasaan, makna terakhir yang paling relevan dengan nasihat bapak, yak menahan diri. Menahan diri bisa dimaknai untuk pemenuhan sesuai kebutuhan atau tidak berlebihan.
Rasa prihatin sendiri selalu diajarkan bapak melalui kisah semasa kecil. Tentu kita tahu bahwa kehidupan zaman dahulu tidak semudah zaman sekarang, namun sifat prihatin ini perlu ditumbuhkan untuk menghindari hal-hal yang sia-sia. Perlu memiliki pendirian yang kuat supaya tidak mengikuti arus seperti gaya hidup konsumtif yang berlebih.
Sikap prihatin sangat dirasakan ketika lulus kuliah dan memasuki dunia kerja. Ketika harus kehidupan pribadi tidak mengandalkan duit bapak ibu (walaupun pulang tetap dikasih duit). Perlu pemamahan skala prioritas mengenai keuangan supaya tidak kejadian seperti dalam paribahasa “besar pasak daripada tiang”.
Untuk menambah sikap prihatin perlu meningkatkan rasa syukur yang telah diterima. Bahwasanya apa yang telah diterima selama ini ialah pemberian terbaik Allah SWT. Walaupun sedikit kalau konsisten bakal tambah banyak, begitu pula seperti blok ini yang sepi pengunjung. hehehe
Posting Komentar
0 Komentar